Affandi Koesoema 1907 - 1990
Affandi Koesoema (Cirebon, Jawa Barat, 1907 - 23 Mei 1990), putra dari R. Koesoema, seorang mantri ukur di pabrik gula di Ciledug. Dari segi pendidikan, ia termasuk seorang yang memiliki pendidikan formal yang cukup tinggi. Bagi orang-orang segenerasinya, memperoleh pendidikan HIS, MULO, dan selanjutnya tamat dari AMS, termasuk pendidikan yang hanya diperoleh oleh segelintir anak negeri. tapi ia meninggalkan studinya untuk keinginan menjadi seorang seniman. Affandi belajar sendiri cara melukis sejak tahun 1934.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Namun, bakat seni lukisnya yang sangat kental mengalahkan disiplin ilmu lain dalam kehidupannya, dan memang telah menjadikan namanya tenar sama dengan tokoh atau pemuka bidang lainnya.
Pada umur 26 tahun, pada tahun 1933, Affandi menikah dengan Maryati, gadis kelahiran Bogor. Affandi dan Maryati dikaruniai seorang putri yang nantinya mewarisi bakat ayahnya sebagai pelukis, yaitu Kartika Affandi.
Sebelum mulai melukis, Affandi pernah menjadi guru dan pernah juga bekerja sebagai tukang sobek karcis dan pembuat gambar reklame bioskop di salah satu gedung bioskop di Bandung. Pekerjaan ini tidak lama digeluti karena Affandi lebih tertarik pada bidang seni lukis.
Sekitar tahun 30-an, Affandi bergabung dalam kelompok Lima Bandung, yaitu kelompok lima pelukis Bandung. Mereka itu adalah Hendra Gunawan, Barli, Sudarso, dan Wahdi serta Affandi yang dipercaya menjabat sebagai pimpinan kelompok. Kelompok ini memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan seni rupa di Indonesia.
Kelompok ini berbeda dengan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi) pada tahun 1938, melainkan sebuah kelompok belajar bersama dan kerja sama saling membantu sesama pelukis.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat Serangkai--yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur--memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian.
Pada tahun 1943, Affandi mengadakan pameran tunggal pertamanya di Gedung Poetera Djakarta yang saat itu sedang berlangsung pendudukan tentara Jepang di Indonesia. Empat Serangkai--yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji Mas Mansyur--memimpin Seksi Kebudayaan Poetera (Poesat Tenaga Rakyat) untuk ikut ambil bagian.
Pada tahun 1950, Affandi mulai membuat lukisan ekspresionis. Dia melukis dengan langsung menekan cat keluar dari tabung tersebut. Dia menemukan teknik ini secara tidak sengaja, ketika ia dimaksudkan untuk menarik garis satu hari. Saat ia kehilangan kesabaran ketika dia mencari pensil yang hilang, ia menerapkan cat langsung dari tube-nya. Efek yang dihasilkan, saat ia menemukan, adalah bahwa obyek lukisan tampak lebih hidup. Ia juga merasa lebih banyak kebebasan untuk mengekspresikan perasaannya ketika ia menggunakan tangannya sendiri, bukan kuas lukisan.
Dalam hal tertentu, ia telah mengakui kemiripan dengan Vincent van Gogh. Sebagai seorang seniman terkenal, Affandi berpartisipasi dalam berbagai pameran di luar negeri. Dia pernah mendapat beasiswa untuk kuliah melukis di Santiniketan, India, suatu akademi yang didirikan oleh Rabindranath Tagore. Ketika telah tiba di India, dia ditolak dengan alasan bahwa dia dipandang sudah tidak memerlukan pendidikan melukis lagi. Akhirnya biaya beasiswa yang telah diterimanya digunakan untuk mengadakan pameran keliling negeri India.
Selain India, ia telah juga ditampilkan karya-karyanya dalam Biennale di Brasil, Venice dan Sao Paolo. Pada tahun 1957, ia menerima beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat untuk mempelajari metode pendidikan seni. Dia diangkat sebagai Profesor Kehormatan dalam Lukisan oleh Ohio State University di Columbus di Amerika Serikat. Pada tahun 1974, ia menerima gelar doktor kehormatan dari University of Singapore, Penghargaan Perdamaian dari Yayasan Dag Hammarskjoeld pada tahun 1977, dan gelar Grand Maestro di Florence, Italia.
Sepulang dari India, Eropa, pada tahun lima puluhan, Affandi dicalonkan oleh PKI untuk mewakili orang-orang tak berpartai dalam pemilihan Konstituante. Dan terpilihlah dia, seperti Prof. Ir. Saloekoe
Poerbodiningrat dsb, untuk mewakili orang-orang tak berpartai. Dalam sidang konstituante, menurut Basuki Resobowo yang teman pelukis juga, biasanya katanya Affandi cuma diam, kadang-kadang tidur. Tapi ketika sidang komisi, Affandi angkat bicara. Dia masuk komisi Perikemanusiaan (mungkin sekarang HAM) yang dipimpin Wikana, teman dekat Affandi juga sejak sebelum revolusi.Topik yang diangkat Affandi adalah tentang perikebinatangan, bukan perikemanusiaan dan dianggap sebagai lelucon pada waktu itu.
Affandi merupakan seorang pelukis rendah hati yang masih dekat dengan flora, fauna, dan lingkungan walau hidup di era teknologi. Ketika Affandi mempersoalkan 'Perikebinatangan' tahun 1955, kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih sangat rendah.
Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.
Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna, tapi affandi tidak demikian.
Affandi juga termasuk pimpinan pusat Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat), organisasi kebudayaan terbesar yang dibubarkan oleh rezim Suharto. Dia bagian seni rupa Lembaga Seni Rupa) bersama Basuki Resobowo, Henk Ngantung, dan sebagainya.
Meski sudah melanglangbuana ke berbagai negara, Affandi dikenal sebagai sosok yang sederhana dan suka merendah. Pelukis yang kesukaannya makan nasi dengan tempe bakar ini mempunyai idola yang terbilang tak lazim. Orang-orang lain bila memilih wayang untuk idola, biasanya memilih yang bagus, ganteng, gagah, bijak, seperti; Arjuna, Gatutkaca, Bima atau Werkudara, Kresna, tapi affandi tidak demikian.
Di tepi sungai Gajah Wong di Jalan Solo di Yogyakarta, dirancang
dan dibangun rumah untuk dirinya sendiri, yang juga berfungsi sebagai
museum untuk menampilkan lukisan-lukisannya. Bangunan ini dibangun unik,dengan atap yang menyerupai daun pisang. Museum ini memiliki sekitar
250 lukisan Affandi. Sayangnya, kelembaban udara yang tinggi dan suhu
yang menyebabkan kekhawatiran tentang kondisi lukisan.
Yayasan Affandi, yang mengelola museum, menemukan kesulitan untuk mengelola museum benar, karena kurangnya dana dan pendapatan. Sebelum meninggal, Affandi menghabiskan banyak waktu duduk-duduk di museum sendiri, mengamati lukisannya. Dia pernah berkata, "Aku ingin mati dalam kesederhanaan tanpa memberikan masalah kepada siapa pun yang tidak perlu, jadi aku bisa pulang kepada-Nya dalam damai."
To view artworks click here
Sumber : www.affandi.org, id.wikipedia.org/wiki/Affandi
Yayasan Affandi, yang mengelola museum, menemukan kesulitan untuk mengelola museum benar, karena kurangnya dana dan pendapatan. Sebelum meninggal, Affandi menghabiskan banyak waktu duduk-duduk di museum sendiri, mengamati lukisannya. Dia pernah berkata, "Aku ingin mati dalam kesederhanaan tanpa memberikan masalah kepada siapa pun yang tidak perlu, jadi aku bisa pulang kepada-Nya dalam damai."
To view artworks click here
Sumber : www.affandi.org, id.wikipedia.org/wiki/Affandi
Posting Komentar
Blog untuk sementara dalam pembenahan, & ini khusus untuk pencinta seni, semua yang ada disini adalah gratis..jika ada link yang bermasalah silahkan komentar,. admin akan segera membenahinya... SALAM!!!